Minggu, 10 April 2016
Minggu, 03 April 2016
Studi Kasus Penerapan Sistem Pengambilan Keputusan Dengan AHP ( Analytic Hierarchy Process )
Penerapan Metode Analytic
Hierarchy Process (AHP)
Untuk Sistem Pedukung
Keputusan
( Studi Kasus: Penentuan Kawasan
Hutan Konservasi)
2.1. Pengusulan dan Penetapan Kawasan
Hutan Konsaervasi
Pengusulan dan Penetapan Hutan Konservasi di
Indonesia dilakukan melalui serangkaian proses yang disebut pengukuhan kawasan
hutan. Kawasan Konservasi sendiri mencakup Kawasan Pelestarian Alam (Taman
Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya), Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam,
Suaka Margasatwa) dan Taman Buru. Pengukuhan kawasan hutan merupakan rangkaian
kegiatan penunjukan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan. Penunjukkan
dan penetapan kawasan hutan konservasi ini menjadi kewenangan Menhut yang
dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (PP Nomor 28, 2011).
2.2 Konsep Dasar SPK
Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System)
merupakan sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para
pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan
masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971). Sistem
Pendukung Keputusan(SPK) memadukan sumber daya intelektual
dengan individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas
keputusan (Alessio dan Ashraf, 2011).
2.3. Konsep Dasar Metode
AHP
AHP merupakan
pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. Dalam proses ini pembuat
keputusan menggunakan Pairwise Comparison yang digunakan untuk membentuk
seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif (Jayanath dan
Garmini, 2003).
Metode ini dikembangkan
oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang dipublikasikan pertama kali dalam
bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun 1980.
AHP merupakan alat
pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam
struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria,
dan alternatif.
Peralatan utama dari
model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan persepsi manusia sebagai
input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP :
1.
Resiprocal Comparison,
artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan
menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprocal
yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai
daripada A dengan skala 1/x.
2.
Homogenity,
artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas
atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau
aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak
homogeneity dan harus dibentuk suatu ‘cluster’
(kelompok elemen-elemen) yang baru.
3.
Independence,
artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak
dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif
keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah
searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di
atasnya.
4.
Expectation,
artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan
lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan. Memutuskan
tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan
sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.
3.
Metodologi
Sistem pendukung keputusan dibangun
menggunakan metode AHP. Prosedur dalam menggunakan metode AHP terdiri dari
beberapa tahap yaitu (Jayanath dan Garmini, 2003):
1.
Menyusun hirarki dari permasalahan yang
dihadapi Penyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan
sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas. Level berikutnya terdiri
dari kriteria-kriteria untuk menilai atau mempertimbangkan
alternatif-alternatif yang ada dan menentukan alternatif-alternatif
tersebut. Setiap kriteria dapat memiliki subkriteria dibawahnya dan setiap
kriteria dapat memiliki nilai intensitas masing-masing.
2.
Menentukan prioritas elemen dengan
langkahlangkah sebagai berikut:
a. Membuat perbandingan berpasangan Langkah
pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan
berpasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang
di berikan. Untuk perbandingan berpasangan digunakan bentuk matriks. Matriks
bersifat sederhana, berkedudukan kuat yang menawarkan kerangka untuk memeriksa
konsistensi, memperoleh informasi tambahan dengan membuat semua perbandingan
yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk
merubah pertimbangan. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan, dimulai
dari level paling atas hirarki untuk memilih kriteria, misalnya C, kemudian
dari level dibawahnya diambil elemen-elemen yang akan dibandingkan, misal A1,
A2, A3, A4, A5, maka susunan elemen-elemen pada sebuah matrik.
Tabel 1. Matriks
Perbandingan Berpasagan
KPA
|
KSA
|
TB
|
|||
KPA
|
1
|
||||
KSA
|
1
|
||||
TB
|
1
|
||||
b. Selanjutnya mengisi matrik perbandingan
berpasangan yaitu dengan menggunakan bilangan untuk merepresentasikan
kepentingan relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya yang dimaksud
dalam bentuk skala dari 1 sampai dengan 9. Skala ini mendefinisikan dan
menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk pertimbangan dalam perbandingan berpasangan
elemen pada setiap level hirarki terhadap suatu kreteria di level yang lebih
tinggi. Apabila suatu elemen dalam matrik dan dibandingkan dengan dirinya
sendiri, maka diberi nilai 1. Jika i dibanding j mendapatkan nilai tertentu,
maka j dibanding i merupakan kebalikkannya. Pada tabel 2 memberikan definisi
dan penjelasan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai tingkat
kepentingan suatu elemen dengan elemen lainnya.
c.
Sintesis
Pertimbangan terhadap perbandingan
berpasangan di sintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
·
Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap
kolom pada matriks.
·
Membagi setiap nilai dari kolom dengan
total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
·
Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap
matriks dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
·
Mengukur konsistensi.
Dalam membuat keputusan, penting untuk
mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada, karena kita tidak ingin
keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Karena
dengan konsistensi yang rendah, pertimbangan akan tampak sebagai sesuatu yang
acak dan tidak akurat. Konsistensi penting untuk mendapatkan hasil yang valid
dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi pertimbangan dengan rasio
konsistensi (consistency ratio). Nilai Konsistensi rasio harus kurang dari 5%
untuk matriks 3x3, 9% untuk matriks 4x4 dan 10% untuk matriks yang lebih besar.
Jika lebih dari rasio dari batas tersebut maka nilai perbandingan matriks di
lakukan kembali. Langkahlangkah menghitung nilai rasio konsistensi yaitu:
o Mengkalikan nilai
pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama,
nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua, dan seterusnya.
o Menjumlahkan
setiap baris.
o Hasil dari
penjumlahan baris dibagikan dengan elemen prioritas relatif
yang bersangkutan.
o Membagi
hasil diatas dengan banyak elemen yang
ada, hasilnya disebut
eigen value (λmax).
o Menghitung
indeks konsistensi (consistency index) dengan rumus :
CI = (λmax-n)/n Dimana
CI : Consistensi Index
λmax : Eigen Value n :
Banyak elemen
o Menghitung
konsistensi ratio (CR) dengan rumus: CR=CI/RC Dimana :
CR
: Consistency Ratio CI : Consistency Index RC : Random
Consistency
Matriks
random dengan skala penilaian 1 sampai 9 beserta kebalikkannya sebagai random
consistency (RC). Berdasarkan perhitungan saaty dengan menggunakan
500 sampel, jika pertimbangan memilih secara acak dari skala
3.1.
Tahap Perhitungan AHP Penentuan
Kriteria Hutan Konservasi.
Sistem pendukung
keputusan penentuan kriteria hutan konservasi menggunakan 3 faktor kriteria
yaitu
-
Kawasan Pelestarian Alam
-
Kawasan Suaka Alam, dan
-
Taman Baru
Ketiga kriteria kemudian yang disusun dalam sebuah
hierarki. Masing - masing kriteria diberi bobot dengan melakukan matriks
perbandingan berpasangan antar kriteria. Alternatif pemilihan juga diberi bobot
dengan melakukan perbandingan berpasangan. Dari ketiga faktor kriteria
dilakukan penilaian pada masing-masing kandidat hutan dengan menggunakan model
AHP sehingga didapatkan nilai total pada masing-masing alternatif. Alternatif
dengan nilai terbesar merupakan alternatif terbaik dalam penetuan kriteria
hutan konservasi Berdasarkan faktor kriteria.
Langkah-Langkah
Pemiliahan
a. Menetukan Tujuan, Alternatif keputusan dan
Kriteria 1. Tujuan : Penentuan Kriteria Hutan konservasi.
2.
Alternatif Keputusan.
|
|
Tabel 4.
Alternatif
|
Keputusan
|
|
|
|
Kandidat
|
|
Nama Kandidat
|
|
|
Ka. 1
|
|
Hutan A
|
|
|
|
|
|
|
|
Ka. 2
|
|
Hutan B
|
|
|
|
|
|
|
|
Ka. 3
|
|
Hutan C
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Kriterian
penetuan
|
|
|
|
|
|
Tabel 5.
Kriteria Penetuan
|
|
|
|
|
Kriteria
|
Nama Kriteria
|
|
|
|
KPA
|
Kawasan
Pelestarian Alam
|
|
|
|
|
|
|
|
|
KSA
|
Kawasan Suaka
Alam
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TB
|
Taman Buru
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Membuat Pohon
Hierarki
|
||
Berdasarkan faktor kriteria dan
alternatif pada masing-masing kriteria tersebut maka dapat digambarkan urutan
hirarkinya seperti pada gambar 1 diabwah ini.
-
Menjumlahkan nilai elemen setiap kolom
matriks (tabel 6).
Tabel 7. Penjumlahan
Kolom Matriks Perbandingan
Berpasangan
-
Membagi setiap elemen pada kolom Tabel 6
dengan
jumlah perkolom yang sesuai untuk
mengisi tabel rata rata (1/8=0.1250, 4/8=0.5000, 3/8=0.3750) dan seterusnya.
-
Menghitung nilai prioritas kriteria
dengan cara menjumlahkan tiap baris dan hasilnya dibagi dengan banyaknya elemen
(n=3). (0.1250+0.5000+0.3750/3) dari hasil rata rata matriks diatas maka di
peroleh nilai eigen vektor.
Tabel 8. nilai eigen
vektor
b. Matriks A perbandingan berpasangan
Setelah disusun hirarki dari
permasalahan yang dihadapi langkah selanjutnya yaitu membuat perbandingan
berpasangan. Untuk membuat perbandingan berpasangan di gunakan bentuk matriks,
sehingga dari susunan hirarki diatas maka matriks perbandingan berpasangan dari
kriteria dan masing-masing alternatif kriteria dapat dibentuk seperti tabel
dibawah ini
Tabel 6. Matriks A
Perbandingan Berpasangan
c. Mencari rata rata kriteria
Setelah nilai-nilai elemen matriks
diketahui maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai prioritas tiap
kriteria, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
d.
Perhitungan Consistensi Ratio
(CR)
Setelah didapatkan nilai prioritas untuk
masing-masing kriteria, selanjutnya memeriksa konsistensi perbandingan antar
kriteria tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut:
§ Mengalikan
elemen pada kolom matriks Tabel 6 dengan nilai eigen vektor dengan rumus
(Matriks A x W).
§ Hasil
perkalian tersebut kemudian dijumlahkan pertiap baris untuk menetukan vektor
jumlah tertimbang (Weighted Sum Vector).
§
Untuk menghitung Vector Consostensi (VC),
Hasil tiap baris tersebut dibagi dengan nilai eigen vektor.
§ Mencari
Eigen Value (λmax) dengan cara menjumlahkan jumlah tiap baris di
bagi prioritas yang bersesuaian (pada langkah 3), kemudian bagi dengan banyak
elemen (n=3).
|
λmax =
|
Konsistensi /
n
|
|
|
λmax =
|
3.006 + 3.030
+ 3.019
|
= 9.055
|
|
|
3
|
3
|
=
3.018295564
§ Menghitung
indeks konsistensi (consistency index) dengan rumus :
CI = (λmax-n)/n-1 Dimana
-
CI
: Consistensi Index
-
λmax
: Eigen Value
-
n : Banyak elemen
|
CI = 3.018295564
– 3
|
= 0,009
|
|
3 - 1
|
|
-
Menghitung rasio konsistensi dengan
rumus: CR=CI/RC Dimana
-
CR : Consistency Rasio
-
CI : Consistency Index
-
RC : Random Consistency
Random Consistensi adalah
fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang
diperbandingkan. Random consistensi disajikan pada tabel 3 diatas.
|
CR = 0,009=
|
0,016
|
|
0,58
|
|
Nilai consistensi ratio (CR)
diperoleh ≤ 0,1 atau kurang 10% maka matriks diatas dinyatakan konsisten.
Setelah nilai consistency
rasio di peroleh, maka dilakukan langkah-langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai kriteria tiap kandidat hutan untuk masing-masing kriteria
untuk mendapatkan prioritas global pada masing masing kandidat hutan. Hasil
akhirnya ditampilkan pada tabel dibawah ini:
|
|
HUTAN A
|
HUTAN B
|
HUTAN C
|
|
|
0.0295
|
0.0673
|
0.0258
|
|
|
0.3585
|
0.1576
|
0.0411
|
|
|
0.2195
|
0.0299
|
0.0709
|
Tabel diatas
menghasilkan nilai untuk masing-masing kandidat hutan dan nilai tertinggi
merupakan nilai keputusan. Jadi, berdasarkan simulasi melalui metode AHP
diperoleh informasi bahwa dari ketiga kandidat hutan, maka kandidat hutan A
adalah yang layak . Hal ini dikarenakan memiliki nilai yang paling tinggi dari
ketiga kandidat hutan yang diberikan, yaitu 0,3585.
4. Rancangan Proses
Digram
konteks untuk perancangan proses dengan menggunakan Data Flow Diagram (DFD).
Selanjutnya dari diagram konteks dikembangkan DFD level 1 untuk mendapatkan
diagram yang menggambarkan identifikasi proses utama pada sistem seperti
ditunjukkan pada gambar 2.
|
|
|
|
- Username
|
|
|
|
||
|
|
|
|
- Password
|
|
|
|
||
|
|
|
|
- Kriteria
|
|
|
|
||
|
|
|
|
- Alternatif
kandidat
|
|
|
|
||
|
|
|
|
- Nilai Matriks Kriteria
|
0
|
|
|
||
|
User
|
|
|
|
|
Sistem AHP
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
Kawasan Hutan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
konservasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- Hasil Analisis
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Gambar 2. Diagram
konteks Level O
Dari
Diagram Konteks diatas, Proses 0 dapat dijabarkan menjadi proses yang lebih
kecil. Proses 0 dibagi lagi ke dalam 3 proses. Proses tersebut dapat dilihat
pada gambar 3 DFD Level 1.
Gambar 3. DFD Level 1
Proses 0
Dari DFD Level 1 Proses 0 diatas terdapat 5 proses
utama. Kelima proses ini merupakan proses yang sangat penting karena merupakan
inti dari proses penentuan kawasan hutan konservasi dengan metode AHP.
5. Desain layout Antarmuka Pemakai
Antarmuka pemakai (user interface) berfungsi
sebagai aspek penguhubung, yakni menjembatani user dengan
sistem/program. Interface sangat penting untuk operasional sistem dan
memudahkan manajemen dalam menggunakan sistem penunjang keputusan. Interface
harus dibuat user friendly karena pemakai akhir dari sistem penunjang
keputusan, memiliki keterbatasan pengalaman mengenai seluk beluk komputer, baik
dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunaknya (Qashlim, 2014).
Sebuah interface
mencakup perpaduan antara perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan
sebagai fasilitas untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara para pemakai
dengan komputer (Turban & Aronson, 1998). Interface memegang peranan
yang sangat penting dalam menyampaikan dan mendistribusikan sebuah informasi
secara jelas dan mudah untuk dipahami. Interface sistem pendukung
kepurtusan untuk mengidentifikasi pemilihan kawasan hutan konservasi
dengan metode AHP digambarkan ke dalam bentuk tampilan menu utama. Sebelum
masuk ke dalam bentuk tampilan utama, user harus memasuki bentuk
tampilan menu login.
Tampilan login
merupakan tampilan awal dari sitem pendukung keputusan penentuan kawasan hutan
konservasi dengan metode AHP Pada tampilan login terdapat form untuk
memasukkan username dan password, kemudian tombol login
serta tombol logout. Tampilan dapat dilihat dalam gambar 4.
Apabila pengguna sistem memasukkan username dan password dengan benar maka pengguna berhasil login, dengan demikian akan masuk ke halaman utama dari sistem pendukung keputusan penentuan kawasan hutan konservasi. Adapun bentuk tampilan dari halaman utama sistem sebagai berikut:
Selain layout halaman utama terdapat
juga layout menu kriteria yang bersifat dinamis, sehingga dapat dirubah sesuai
kebutuhan. Layout menu kriteria dapat dilihat pada gambar 6.
6. Kesimpulan
Sistem pendukung keputusan untuk pemilihan kawasan
hutan konservasi bisa di jadikan salah satu dasar pengambilan keputusan dalam
proses penentuan hutan konservasi. Proses perhitungan dalam metode AHP mampu
mendukung keputusan hingga terpilihnya satu kandidat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai mana halnya model sistem pendukung keputusan,
Untuk menentukan kawasan hutan konservasi terdapat beberapa pertimbangan
kriteria, dan Sistem ini dibangun melalui aturan baku penentuan kawsan hutan
konservasi sehingga aplikasi ini dapat membantu dan memberikan alternatif untuk
penentuan kawasan hutan konservasi, namun kebijakan dan penilaian dikembalikan
kepada instansi pengambil keputusan sebagai pihak bertanggungjawab dalam
pelaksanaan. Adapun analisis kriteria dan alternatif hanya diterapkan untuk
penentuan kriteria hutan konservasi selama penyelesaian dilakukan dengan metode
AHP.
Langganan:
Komentar (Atom)

















