Minggu, 03 April 2016

Studi Kasus Penerapan Sistem Pengambilan Keputusan Dengan AHP ( Analytic Hierarchy Process )

Penerapan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Untuk Sistem Pedukung Keputusan

( Studi Kasus: Penentuan Kawasan Hutan Konservasi)

2.1. Pengusulan dan Penetapan Kawasan Hutan Konsaervasi

Pengusulan dan Penetapan Hutan Konservasi di Indonesia dilakukan melalui serangkaian proses yang disebut pengukuhan kawasan hutan. Kawasan Konservasi sendiri mencakup Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya), Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam, Suaka Margasatwa) dan Taman Buru. Pengukuhan kawasan hutan merupakan rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan. Penunjukkan dan penetapan kawasan hutan konservasi ini menjadi kewenangan Menhut yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (PP Nomor 28, 2011).

2.2   Konsep Dasar SPK

Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) merupakan sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971). Sistem Pendukung Keputusan(SPK) memadukan sumber daya intelektual dengan individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan (Alessio dan Ashraf, 2011).

2.3. Konsep Dasar Metode AHP

AHP merupakan pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. Dalam proses ini pembuat keputusan menggunakan Pairwise Comparison yang digunakan untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif (Jayanath dan Garmini, 2003).

Metode ini dikembangkan oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang dipublikasikan pertama kali dalam bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun 1980.

AHP merupakan alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif.

Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan persepsi manusia sebagai input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP :

1.        Resiprocal Comparison, artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprocal yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.

2.        Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogeneity dan harus dibentuk suatu ‘cluster

(kelompok elemen-elemen) yang baru.

3.        Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di atasnya.

4.        Expectation, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan. Memutuskan tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

3.       Metodologi

Sistem pendukung keputusan dibangun menggunakan metode AHP. Prosedur dalam menggunakan metode AHP terdiri dari beberapa tahap yaitu (Jayanath dan Garmini, 2003):

1.       Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi Penyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas. Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria untuk menilai atau mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada dan menentukan alternatif-alternatif tersebut. Setiap kriteria dapat memiliki subkriteria dibawahnya dan setiap kriteria dapat memiliki nilai intensitas masing-masing.

2.          Menentukan prioritas elemen dengan langkahlangkah sebagai berikut:

a.           Membuat perbandingan berpasangan Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang di berikan. Untuk perbandingan berpasangan digunakan bentuk matriks. Matriks bersifat sederhana, berkedudukan kuat yang menawarkan kerangka untuk memeriksa konsistensi, memperoleh informasi tambahan dengan membuat semua perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk merubah pertimbangan. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level paling atas hirarki untuk memilih kriteria, misalnya C, kemudian dari level dibawahnya diambil elemen-elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, A3, A4, A5, maka susunan elemen-elemen pada sebuah matrik.

Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasagan



KPA
KSA
TB

KPA

1



KSA


1


TB



1







b.     Selanjutnya mengisi matrik perbandingan berpasangan yaitu dengan menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya yang dimaksud dalam bentuk skala dari 1 sampai dengan 9. Skala ini mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk pertimbangan dalam perbandingan berpasangan elemen pada setiap level hirarki terhadap suatu kreteria di level yang lebih tinggi. Apabila suatu elemen dalam matrik dan dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka diberi nilai 1. Jika i dibanding j mendapatkan nilai tertentu, maka j dibanding i merupakan kebalikkannya. Pada tabel 2 memberikan definisi dan penjelasan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lainnya.



c.          Sintesis
Pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan di sintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

·       Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.

·       Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.

·       Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap matriks dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

·       Mengukur konsistensi.

Dalam membuat keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada, karena kita tidak ingin keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Karena dengan konsistensi yang rendah, pertimbangan akan tampak sebagai sesuatu yang acak dan tidak akurat. Konsistensi penting untuk mendapatkan hasil yang valid dalam dunia nyata. AHP mengukur konsistensi pertimbangan dengan rasio konsistensi (consistency ratio). Nilai Konsistensi rasio harus kurang dari 5% untuk matriks 3x3, 9% untuk matriks 4x4 dan 10% untuk matriks yang lebih besar. Jika lebih dari rasio dari batas tersebut maka nilai perbandingan matriks di lakukan kembali. Langkahlangkah menghitung nilai rasio konsistensi yaitu:

o Mengkalikan nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua, dan seterusnya.

 o  Menjumlahkan setiap baris.

 o Hasil dari penjumlahan baris dibagikan dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
 o  Membagi hasil diatas dengan banyak elemen yang

  ada, hasilnya disebut eigen value (λmax).
        o  Menghitung indeks konsistensi (consistency index) dengan rumus :

CI = (λmax-n)/n Dimana CI : Consistensi Index

λmax : Eigen Value n : Banyak elemen

o Menghitung konsistensi ratio (CR) dengan rumus: CR=CI/RC Dimana :

CR : Consistency Ratio CI : Consistency Index RC : Random Consistency

Matriks random dengan skala penilaian 1 sampai 9 beserta kebalikkannya sebagai random consistency (RC). Berdasarkan perhitungan saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika pertimbangan memilih secara acak dari skala

1/9, 1/8, … , 1, 2, … , 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks yang berbeda seperti tabel dibawah ini.
3.1.  Tahap Perhitungan AHP Penentuan Kriteria Hutan Konservasi.

Sistem pendukung keputusan penentuan kriteria hutan konservasi menggunakan 3 faktor kriteria yaitu

-          Kawasan Pelestarian Alam

-          Kawasan Suaka Alam, dan

-          Taman Baru

Ketiga kriteria kemudian yang disusun dalam sebuah hierarki. Masing - masing kriteria diberi bobot dengan melakukan matriks perbandingan berpasangan antar kriteria. Alternatif pemilihan juga diberi bobot dengan melakukan perbandingan berpasangan. Dari ketiga faktor kriteria dilakukan penilaian pada masing-masing kandidat hutan dengan menggunakan model AHP sehingga didapatkan nilai total pada masing-masing alternatif. Alternatif dengan nilai terbesar merupakan alternatif terbaik dalam penetuan kriteria hutan konservasi Berdasarkan faktor kriteria.

Langkah-Langkah Pemiliahan

a. Menetukan Tujuan, Alternatif keputusan dan Kriteria 1. Tujuan : Penentuan Kriteria Hutan konservasi.

2.       Alternatif Keputusan.


Tabel 4. Alternatif
Keputusan

Kandidat

Nama Kandidat

Ka. 1

Hutan A





Ka. 2

Hutan B





Ka. 3

Hutan C





3.
Kriterian penetuan



Tabel 5. Kriteria Penetuan


Kriteria
Nama Kriteria


KPA
Kawasan Pelestarian Alam






KSA
Kawasan Suaka Alam






TB
Taman Buru




a.
Membuat Pohon Hierarki

Berdasarkan faktor kriteria dan alternatif pada masing-masing kriteria tersebut maka dapat digambarkan urutan hirarkinya seperti pada gambar 1 diabwah ini.



-     Menjumlahkan nilai elemen setiap kolom matriks (tabel 6).


Tabel  7.  Penjumlahan  Kolom  Matriks  Perbandingan

Berpasangan
-        Membagi setiap elemen pada kolom Tabel 6 dengan

jumlah perkolom yang sesuai untuk mengisi tabel rata rata (1/8=0.1250, 4/8=0.5000, 3/8=0.3750) dan seterusnya.

-        Menghitung nilai prioritas kriteria dengan cara menjumlahkan tiap baris dan hasilnya dibagi dengan banyaknya elemen (n=3). (0.1250+0.5000+0.3750/3) dari hasil rata rata matriks diatas maka di peroleh nilai eigen vektor.

Tabel 8. nilai eigen vektor











b.  Matriks A perbandingan berpasangan

Setelah disusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi langkah selanjutnya yaitu membuat perbandingan berpasangan. Untuk membuat perbandingan berpasangan di gunakan bentuk matriks, sehingga dari susunan hirarki diatas maka matriks perbandingan berpasangan dari kriteria dan masing-masing alternatif kriteria dapat dibentuk seperti tabel dibawah ini

Tabel 6. Matriks A Perbandingan Berpasangan














c.  Mencari rata rata kriteria

Setelah nilai-nilai elemen matriks diketahui maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai prioritas tiap kriteria, dengan langkah-langkah sebagai berikut:













d.    Perhitungan Consistensi Ratio (CR)

Setelah didapatkan nilai prioritas untuk masing-masing kriteria, selanjutnya memeriksa konsistensi perbandingan antar kriteria tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut:

§   Mengalikan elemen pada kolom matriks Tabel 6 dengan nilai eigen vektor dengan rumus (Matriks A x W).

§   Hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan pertiap baris untuk menetukan vektor jumlah tertimbang (Weighted Sum Vector).
§   Untuk menghitung Vector Consostensi (VC), Hasil tiap baris tersebut dibagi dengan nilai eigen vektor.

§   Mencari Eigen Value (λmax) dengan cara menjumlahkan jumlah tiap baris di bagi prioritas yang bersesuaian (pada langkah 3), kemudian bagi dengan banyak elemen (n=3).

λmax =
Konsistensi / n

λmax =
3.006 + 3.030 + 3.019
= 9.055

3
3
=     3.018295564

§    Menghitung indeks konsistensi (consistency index) dengan rumus :

CI = (λmax-n)/n-1 Dimana

-      CI : Consistensi Index

-      λmax : Eigen Value
-      n : Banyak elemen

CI = 3.018295564 3
= 0,009
3 - 1


-       Menghitung rasio konsistensi dengan rumus: CR=CI/RC Dimana

-      CR : Consistency Rasio

-      CI : Consistency Index
-      RC : Random Consistency

Random Consistensi adalah fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang diperbandingkan. Random consistensi disajikan pada tabel 3 diatas.

CR = 0,009=
0,016
0,58


Nilai consistensi ratio (CR) diperoleh ≤ 0,1 atau kurang 10% maka matriks diatas dinyatakan konsisten.

Setelah nilai consistency rasio di peroleh, maka dilakukan langkah-langkah selanjutnya adalah menghitung nilai kriteria tiap kandidat hutan untuk masing-masing kriteria untuk mendapatkan prioritas global pada masing masing kandidat hutan. Hasil akhirnya ditampilkan pada tabel dibawah ini:
  Tabel 10 : Nilai tertinggi dan terendah untuk masing-masing kandidat hutan


HUTAN A
HUTAN B
HUTAN C

0.0295
0.0673
0.0258

0.3585
0.1576
0.0411

0.2195
0.0299
0.0709
Tabel diatas menghasilkan nilai untuk masing-masing kandidat hutan dan nilai tertinggi merupakan nilai keputusan. Jadi, berdasarkan simulasi melalui metode AHP diperoleh informasi bahwa dari ketiga kandidat hutan, maka kandidat hutan A adalah yang layak . Hal ini dikarenakan memiliki nilai yang paling tinggi dari ketiga kandidat hutan yang diberikan, yaitu 0,3585.
 4.  Rancangan Proses

Digram konteks untuk perancangan proses dengan menggunakan Data Flow Diagram (DFD). Selanjutnya dari diagram konteks dikembangkan DFD level 1 untuk mendapatkan diagram yang menggambarkan identifikasi proses utama pada sistem seperti ditunjukkan pada gambar 2.




- Username






- Password






- Kriteria






- Alternatif kandidat






- Nilai Matriks Kriteria
0


User




Sistem AHP







Kawasan Hutan







konservasi





















- Hasil Analisis





















Gambar 2. Diagram konteks Level O

Dari Diagram Konteks diatas, Proses 0 dapat dijabarkan menjadi proses yang lebih kecil. Proses 0 dibagi lagi ke dalam 3 proses. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 3 DFD Level 1.























Gambar 3. DFD Level 1 Proses 0

Dari DFD Level 1 Proses 0 diatas terdapat 5 proses utama. Kelima proses ini merupakan proses yang sangat penting karena merupakan inti dari proses penentuan kawasan hutan konservasi dengan metode AHP.

5.  Desain layout Antarmuka Pemakai

Antarmuka pemakai (user interface) berfungsi sebagai aspek penguhubung, yakni menjembatani user dengan sistem/program. Interface sangat penting untuk operasional sistem dan memudahkan manajemen dalam menggunakan sistem penunjang keputusan. Interface harus dibuat user friendly karena pemakai akhir dari sistem penunjang keputusan, memiliki keterbatasan pengalaman mengenai seluk beluk komputer, baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunaknya (Qashlim, 2014).
Sebuah interface mencakup perpaduan antara perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan sebagai fasilitas untuk berkomunikasi dan berinteraksi antara para pemakai dengan komputer (Turban & Aronson, 1998). Interface memegang peranan yang sangat penting dalam menyampaikan dan mendistribusikan sebuah informasi secara jelas dan mudah untuk dipahami. Interface sistem pendukung kepurtusan untuk mengidentifikasi pemilihan kawasan hutan konservasi dengan metode AHP digambarkan ke dalam bentuk tampilan menu utama. Sebelum masuk ke dalam bentuk tampilan utama, user harus memasuki bentuk tampilan menu login.

Tampilan login merupakan tampilan awal dari sitem pendukung keputusan penentuan kawasan hutan konservasi dengan metode AHP Pada tampilan login terdapat form untuk memasukkan username dan password, kemudian tombol login serta tombol logout. Tampilan dapat dilihat dalam gambar 4.



Apabila pengguna sistem memasukkan username dan password dengan benar maka pengguna berhasil login, dengan demikian akan masuk ke halaman utama dari sistem pendukung keputusan penentuan kawasan hutan konservasi. Adapun bentuk tampilan dari halaman utama sistem sebagai berikut:
Selain layout halaman utama terdapat juga layout menu kriteria yang bersifat dinamis, sehingga dapat dirubah sesuai kebutuhan. Layout menu kriteria dapat dilihat pada gambar 6.


6.  Kesimpulan


Sistem pendukung keputusan untuk pemilihan kawasan hutan konservasi bisa di jadikan salah satu dasar pengambilan keputusan dalam proses penentuan hutan konservasi. Proses perhitungan dalam metode AHP mampu mendukung keputusan hingga terpilihnya satu kandidat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai mana halnya model sistem pendukung keputusan, Untuk menentukan kawasan hutan konservasi terdapat beberapa pertimbangan kriteria, dan Sistem ini dibangun melalui aturan baku penentuan kawsan hutan konservasi sehingga aplikasi ini dapat membantu dan memberikan alternatif untuk penentuan kawasan hutan konservasi, namun kebijakan dan penilaian dikembalikan kepada instansi pengambil keputusan sebagai pihak bertanggungjawab dalam pelaksanaan. Adapun analisis kriteria dan alternatif hanya diterapkan untuk penentuan kriteria hutan konservasi selama penyelesaian dilakukan dengan metode
AHP.




















































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar